April 22, 2007

|+shalat Jumat ato maen bola

Ketika kita mengamati judul di atas, maka
sepintas dua hal tersebut
tidak ada kaitan dan hubungan sama sekali.
Yang pertama yaitu shalat
Jum'at, merupakan sebuah amalan yang utama
di dalam Islam dan masuk dalam
lingkup syari'at dan ibadah, sedangkan
satunya lagi adalah sebuah bentuk
permainan atau cabang olah raga
yang bersifat keduniaan dan tidak ada
sama sekali kaitannya dengan syari'at.
Namun, sungguh untuk saat ini
dua-duanya mempunyai kaitan, jika sepak bola itu dilakukan
atau ditayangkan siarannya bertepatan dengan
pelaksanaan shalat Jum’at.
Tentang perintah untuk menegak kan shalat Jum'at,
maka al-Qur'an telah
menjelaskan dengan surat yang senama dengan hari
itu, “al-Jumu'ah.”
Di antara ayatnya yaitu, 
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat
pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu
mengetahui." (QS. 62:9) 
 
Berjual beli adalah salah satu bentuk mata
pencaharian seseorang untuk
menafkahi keluarganya dan memenuhi
kebutuhannya,
dan hal itu merupakan
kewajiban. Namun walau demikian, dia
diperintahkan oleh Allah subhanahu
wata’ala untuk ditinggalkan,
manakala adzan Jum'at telah
dikumandangkan. Sehingga berdasarkan
ini para ulama menyatakan haram berjual beli
setelah dikumandangkan adzan Jum'at.
Dan penyebutan jual beli di sini
bukan sebagai pembatasan, namun sekedar
contoh karena pada umumnya
pekerjaan masyarakat Arab ketika
itu adalah berdagang. Maka dengan demikian
segala bentuk pekerjaan, tugas dan
aktivitas apa saja wajib untuk
ditinggalkan jika telah ada panggilan shalat
Jum'at. Karena tidak ada
keuntungan dengan cara meninggalkan dzikrullah,
dan shalat Jumâat adalah
salah satu bentuk dzikrullah. 
Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya
kamu beruntung. (Qs 62:10). 
 
Jual beli dan pekerjaan lainnya yang
halal dalam rangka mencari nafkah
adalah hal yang baik, namun kata Allah
meninggalkan itu semua demi
mendatangi Jum'at adalah lebih baik lagi.
Dan di dalam ayat itu, Allah
subhanahu wata’ala telah mengaitkan
antara dzikrullah dengan
keberuntungan. Inilah penjelasan dari Rabb
yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
Maha Tahu seluk beluk kebaikan dan
kemaslahatan manusia. Maka seorang
Muslim wajib untuk taat dan patuh
kepada seruan Allah. Karena seorang
mukmin selalu ingat jaminan Allah berupa, 
œKatakanlah, "Apa yang di sisi
Allah adalah lebih baik daripada
permainan dan perniagaan", dan Allah
sebaik-baik Pemberi rezki. (QS.
62:11) 
 
Allah subhanahu wata'alaala-lah sebaik-baik
pemberi rizki! Tidak ada
makhluk yang melata di muka bumi ini, kecuali
menjadi tanggungan Allah
rizkinya. Bagaimana tidak, sedangkan seluruh
yang ada di langit dan bumi
adalah ciptaan dan milik Allah. Kalau ada
orang memperoleh makanan maka
makanan tersebut didapat dari bumi ciptaan
Allah. Kalau ada orang
mendapatkan emas dan perak, maka emas
dan perak itu dari perut bumi, belum
lagi oksigen, air, panas matahari dan
seabrek kenikmatan yang tidak
mungkin kita menghitungnya. Intinya bahwa
seluruh kenikmatan dan sarana
yang ada di dunia ini adalah kenikmatan dan
rizki dari Allah subhanahu
wata’ala meskipun sebagiannya diolah dan
dibikin oleh tangan manusia.
 
Memang ada sebagian orang yang mengatakan,
bahwa dia justru mendapatkan
untung lebih dengan meninggalkan Jum'at,
karena dari hitungan matematis
sudah jelas, dan dia tidak kehilangan
waktu produktif. Bagi yang
berpikir picik mungkin akan membenarkan
pendapat ini, namun seorang mukmin
pikirannya jauh dan luas. Dia
tidak memandang
sekedar yang ada di depan
mata, yang tampak secara materi
(faham materialis). Dia punya prinsip
iman bilghaib, percaya terhadap yang
ghaib, yakni segala apa yang ada di
sisi Allah yang disebut oleh Allah
lebih baik daripada sekedar
permainan dan perniagaan. 
 
Sepak Bola dan Shalat Jum'at 
 
Yang akan kita bicarakan di sini adalah
sebuah fenomena yang terjadi di
tengah ummat Islam, manakala sedang ada
pertandingan sepak bola atau
siaran langsung sepak bola di dalam
televisi bertepatan dengan waktu
shalat Jum'at. 
 
Sebagaimana dimaklumi bahwa masyarakat
penggemar bola di dunia ini
jumlahnya mencapai berjuta-juta orang.
Demikian pula penggemar sepak bola
dari kalangan kaum muslimin juga amat banyak,
tidak sebanding dengan
jumlah jama'ah shalat Subuh di
kebanyakan masjid kaum muslimin.
 
Berkenaan dengan kaum muslimin yang
memadati tribun-tribun stadion atau
asyik di depan televisi untuk menyaksikan
pertandingan sepak bola, yang
bertepatan dengan pelaksanaan shalat Jum'at,
maka Syaikh Masyhur Salman
menyebut mereka sebagai orang yang lemah
akalnya dan mati nalurinya.
Hanya untuk fanatik sebuah klub
dan cabang olah raga dia rela
meninggalkan shalat Jum'at.
(al-Muhkam al- Matin, hal 137)
 
Selanjutnya di dalam buku yang sama
beliau mengatakan, "Yang ini
membela salah satu klub dan lainnnya
membela klub yang yang lain, bahkan
mereka yang tinggal satu rumah atau
sekeluarga masing-masing punya klub
andalan sendiri-sendiri. Terkadang
urusannya bukan sekedar menjagokan dan
meberi support saja, namun hingga
pada tingkat saling mengejek dan
merendahkan klub lawannya. Maka
sebagaimana yang kita saksikan, bahwa
terkadang pertandingan itu diakhiri
dengan aksi perkelahian dan bentrokan
fisik antar supporter sehingga jatuh
korban luka dan tewas dari kedua
belah pihak. 
 
Itulah harga yang harus dibayar oleh
ummat Islam demi sepak bola.
Mereka telah meninggalkan shalat Jum'at,
di samping juga kehilangan
kesempatan untuk memikirkan bagaimana
cara menghadapi musuh-musuh Islam dan
membicarakan masalah-masalah lain yang
lebih penting dan lebih besar.
Ummat Islam juga harus membayar dengan
hilangnya makna Izzah dan kemuliaan
ummat. Mereka telah bersusah payah
mengeluarkan harta yang banyak, dan
membuang-buang waktu yang tidak sedikit,
demi sebuah kefanatikan
terhadap satu cabang olah raga. 
 
Jika ummat Islam menggunakan waktu dan
biaya yang besar itu untuk
hal-hal yang membawa manfaat bagi ummat,
atau untuk karya-karya yang
memberikan faidah, maka ummat ini akan
menjadi lebih maju di dalam segala
bidang kehidupan. 
 
Yang lebih menyedihkan lagi adalah
berubahnya sudut pandang kaum
muslimin, yakni menurut mereka yang
namanya pahlawan di masa ini adalah para
pemain sepak bola, bukan orang yang
berjuang dan berusaha menjunjung
tinggi kemuliaan dan kebesaran ummat.
Sebagai konsekuensinya, maka ummat
tak segan-segan mengeluarkan biaya
besar untuk para pemain sepak bola.
Sedangkan Islam tidak membolehkan
bersikap terbalik dalam memandang
suatu masalah, namun menjelaskan
bahwa setiap manusia harus disikapi
secara proporsional tidak berlebihan
(ifrath) dan tidak menyepelekan
(tafrith). 
 
Intinya adalah bahwa sepak bola
pada masa ini telah digunakan oleh
musuh-musuh Islam sebagai salah satu
sarana untuk menghancurkan ummat, dan
mereka terus mempropagandakan serta
mebesar-besarkan hal tersebut
dengan sangat bombastis.
(al-Muhkam al-Matin, hal 138)
 
Saatnya Harus Bersikap 
 
Seorang muslim dituntut bersikap
adil dan proporsional, menempatkan
sesuatu pada tempatnya, menganggap
penting masalah yang penting dan
menganggap besar sesuatu yang besar.
Dan terkait dengan sepak bola, maka hal
tersebut pada dasarnya adalah mubah(boleh)
jika dilakukan dalam batasan
yang wajar dan tidak ada sisi negatif
serta kerusakan yang ditimbulkan
olehnya. Akan tetapi persoalannya berbeda
jika telah menyebabkan
seseorang meninggalkan Jum'at dan shalat
berjama'ah, meninggalkan
urusan-urusan yang hukumnya wajib
dan urusan penting lainnya.
 
Jika jual beli, berdagang, bekerja
dan mencari nafkah harus
ditinggalkan, apabila telah
dikumandangakan adzan
Jum'at, padahal mencari nafkah
dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan
adalah kewajiban, maka bagaimana
dengan sepak bola yang bukan apa-apa,
bukan kewajiban dan bukan pula
anjuran dalam agama? Coba marilah kita
sedikit merenung tentang sepak bola;
Apakan masyarakat menjadi cerdas dengan
sepak bola? Apakah sepak bola
mendatangkan rahmat dan ampunan Allah?
Apakah sepak bola dapat
mengangkat akhlak dan budi pekerti manusia?
Apakah dengan sepak bola Islam
menjadi mulia dan ilmu tersebar? Kita
semua tentu sepakat menjawab tidak.
Jika demikian apakah layak seorang muslim
membela mati-matian sepak bola
dengan meninggalkan shalat Jum'at dan
berjama'ah di masjid?
 
Syaikh Masyhur Salman juga menyebutkan
sebuah dokumen panduan rahasia
zionis ke tiga belas yang isinya, 
"Agar masyarakat terus dalam kesesatan
serta tidak tahu apa yang ada di
depannya dan apa yang di belakangnya,
tidak tahu apa yang diinginkan,
maka kita akan melakukan peningkatan
untuk memalingkan pikiran mereka,
dengan cara membuat berbagai media
yang hebat dan bersifat menghibur,
serta permainan-permainan yang
menggembirakan lagi menakjubkan.
Juga ....
dengan berbagai bentuk olah raga,
permainan dan apa saja yang menjadi
santapan bagi kesenangan dan syahwat
hawa nafsu. Juga memperbanyak gedung
dan istana yang megah serta rumah-rumah
yang dihiasi dengan sangat mewah.
Lalu kita jadikan pers dan media masa
saling mengajak untuk
berlomba-lomba dalam seni dan olah
raga." (al-Muhkam al-Matin, hal 138)
 
Kini kita tahu apa yang diinginkan
oleh musuh-musuh kita di balik
pagelaran dan ajang seni, hiburan dan
olah raga yang cenderung
dibesar-besarkan dan melampaui batas.
Tujuannya tidak lain yaitu agar ummat manusia
terus berada di dalam kesesatan, dan
tidak mampu melihat cahaya
kebenaran selama-lamanya. 
 
Maka jika kebenaran dan akal sehat
telah dikalahkan oleh syahwat serta
kecintaan terhadap selain Allah,
janganlah anda heran jika ada orang
yang mengaku muslim, namun masih
asyik di depan televisi untuk melihat
sebuah acara atau pertandingan
olah raga, padahal sudah masuk waktu
Jum'at dan shalat jama'ah. Dan
jangan heran pula, jika ada orang yang rela
mati hanya untuk membela sebuah
acara televisi, seorang artis,
olahragawan atau klub olah raga
tertentu sebagaimana yang terjadi
pada Mevi
seorang gadis penggemar acara
televisi, AFI. Andai saja pengorbanan ummat
Islam untuk agamanya sebesar
pengorbanan Mevi terhadap acara batil itu,
tentu ummat ini akan mencapai
Izzah dan kemuliaan.
 
Semoga Allah subhanahu wata'ala
membuka mata hati ummat Islam, para
orang tua, pemuda dan remaja muslim untuk
dapat melihat kebenaran
sebagai kebenaran lalu memberi kekuatan
untuk mengikutinya, dan melihat
kebatilan sebagai kebatilan lalu memberi
kemampuan untuk menjauhinya. Amin
ya Rabbal 'alamin. (Abu Ahmad) 

alsofwah.or.id

No comments: