Menggapai Kebahagiaan Hakiki
Apakah kita termasuk orang yang bahagia? bahagiakah sodara?bahagiakah kita sebenarnya? Sebuah pertanyaan yang pantas
untuk dilontarkan kepada diri kita masing-masing. Mungkin di antara kita
saat ini ada yang memiliki harta melimpah ruah, tetapi tak merasa
bahagia.
dia tidak merasa bahagia.
terpandang di masyarakat dan menjadi tokoh terkemuka, tetapi itu pun tidak
membuatnya bahagia.
mengunjungi tempat-tempat wisata yang beraneka ragam namun ternyata kebahagiaan
itu tidak juga menyertainya.
Lalu...
Kalau demikian, ternyata ukuran bahagia itu
bukan ada pada banyaknya
harta, bukan ada di jabatan dan ketenaran, bukan pula pada ketokohan
seseorang dan juga bukan dengan melancong. Lantas di manakah kebahagiaan
itu, dan bagaimana pula kita dapat merealisasikannya?
Kebahagiaan adalah kondisi jiwa ketika seseorang mampu melakukan suatu
perbuatan yang bernilai dan luhur. Ia merupakan kekuatan batin yang
memancarkan ketenangan dan kedamaian, merupakan karunia Allah subhanahu
wata'ala yang membuat jiwa lapang dan bergembira.
Bahagia adalah kejernihan hati, kebersihan prilaku dan keelokan ruhani.
Hal itu merupakan pemberian Allah subhanahu wata'ala yang diberikan
kepada siapa saja yang melakukan perbuatan terpuji.
Bahagia adalah rasa ridha yang mendalam dan sikap qana'ah. Ia bukan
barang dagangan yang bisa dibeli di pasar oleh orang sekaya apa pun,
tetapi merupakan dagangan Allah lsubhanahu wata'ala yang dikaruniakan kepada
jiwa-jiwa yang terpilih.
Kebahagiaan itu kelapangan jiwa, bahagia itu tatkala anda bisa membuat
senang hati orang lain, menyungging senyum di wajah, dan anda merasa
lega tatkala dapat ber
buat baik kepada sesama, merasa nikmat ketika anda bersikap baik kepada
mereka.
Kebahagiaan adalah membuang jauh segala pikiran negatif dan mengisinya
dengan pikiran yang positif. Ia merupakan sebuah kekuatan yang mampu
menghadapi berbagai tekanan dan sekaligus mencari solusi bukan
berdasarkan emosi.
Kebahagian itu ada pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, ada
dalam meninggalkan kebencian, kedengkian dan sikap tamak terhadap
kepemilikan orang lain.
Bahagia itu terdapat dalam dzikir kepada Allah subhanahu wata'ala,
syukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya. Dan kebahagiaan hakiki
adalah meraih surga dan terbebas dari api neraka.
Ungkapan tentang Kebahagiaan
a.. Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari
orang lain dan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan pelajaran
oleh orang lain.
b.. Bahagia adalah jika anda senang untuk berbuat kebaikan, bukan
dengan berbuat apa saja yang anda senang.
c.. Orang bahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari masa
lalu dan berhati-hati terhadap dirinya. Orang celaka adalah orang yang
mengumpulkan harta untuk orang lain dan bakhil untuk memberikan kebaikan
kepada dirinya sendiri.
d.. Orang bahagia yaitu yang mau mengambil faidah dari pengalaman
masa lalu, bersemangat pada hari ini dan optimis menyambut masa depan.
e.. Kebahagiaan itu diraih dengan menjaga lisan.
f.. Seseorang tidak akan meraih kebahagiaan kecuali jika dia hidup
merdeka, terbebas dari cengkraman syahwatnya serta mampu menahan hawa
nafsunya.
g.. Kesungguhan anda dalam mencintai ketaatan, hati yang selalu anda
hadapkan ke hadirat Allah subhanahu wata'ala, dan kehadiran hati ketika
sedang beribadah merupakan indikasi cepatnya kebahagiaan.
h.. Kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan harta tetapi ia sering
dijual.
Kenali tandanya ...siapkan diri kita...
Kebahagiaan memiliki tanda-tanda, sebagaimana disebutkan oleh Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau menyebutkan tiga perkara yaitu:
1. Jika mendapatkan nikmat, dia bersyukur.
2. Jika mendapatkan ujian, dia bersabar.
3. Jika berbuat dosa, dia beristighfar.
Langkah Menggapai Bahagia
Di antara langkah-langkah yang yang akan mengantarkan kepada
kebahagiaan dan kesuksesan adalah sebagai berikut:
1. Beriman Kepada Allah subhanahu wata'ala
Tidak ada kebahagiaan tanpa iman kepada Allah subhanahu wata'ala,
bahkan kebahagiaan itu akan bertambah seiring dengan bertambahnya iman
seseorang kepada Allah subhanahu wata'ala, dan akan melemah bersamaan dengan
lemahnya iman kepada-Nya. Apabila iman semakin kuat, maka makin besar
pula kabahagiaan. Sebaliknya jika ia melemah, maka kegoncangan dan
pikiran negatif akan bertambah yang dapat membawa kepada pahitnya kehidupan
dan kebinasan.
2. Beriman kepada Kekuasaan Allah subhanahu wata'ala
Orang yang beriman bahwa Allah subhanahu wata'ala itu Maha Kuasa tanpa
batas, maka dia tidak akan dirundung duka, tidak dibuat sedih oleh
berbagai masalah karena dia mempunyai tempat bersandar yang kuat, ketika
sedang ditimpa suatu ujian dan kesulitan.
3. Beriman dengan Ketetapan Allah subhanahu wata'ala
Iman dengan qadha' dan qadar akan menumbuhkan sikap ridha dalam hati,
kelapangan jiwa dan ketenangan. Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda,
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh
urusannya adalah baik. Jika ditimpa kelapangan, maka dia bersyukur dan itu
adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan, maka dia bersabar dan
itu pun baik baginya." (HR Muslim)
4. Berteladan kepada Orang yang Sukses
Yang dimaksudkan di sini adalah orang yang telah memberikan sumbangsih
yang besar dan luar biasa bagi umat manusia dan dia adalah orang yang
beriman kepada Allah subhanahu wata'ala. Yang pertama dan utama adalah
panutan kita Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dengan
mengikuti jalannya, maka seseorang akan bahagia dan dengan meninggalkan
petunjuk dan sunnahnya, maka seseorang akan celaka.
5. Mengenali Kehidupan
Hidup pasti akan menghadapi masalah, mendapati kesusahan dan pasti ada
rintangan dan ujian. Semua ini merupakan ketetapan dari Allah subhanahu
wata'ala terhadap manusia, supaya diketahui mana orang yang lebih baik
amalnya. Maka wajib bagi kita untuk mengenal karakteristik hidup ini
dan menerima sebagaimana wajarnya dan tidak menutup diri untuk menghadapi
ketentuan Allah dengan ketentuan lainnya, menghadapi yang tidak kita
senangi dengan sesuatu yang dapat menghilangkannya. Mengetahui
permasalahan ini bukan berarti pasrah dan putus asa, tetapi justru bersikap
sebaliknya.
6. Mengubah Kebiasaan Negatif Menjadi Positif
Doktor Ahmad Al-Bara' Al-Amiri mengatakan bahwa memulai kebiasaan baru
yang bersifataqliyah (bisa dinalar dan dipikirkan) itu tidak sulit,
dibutuhkan kira-kira 21 hari. Dalam hari-hari tersebut kita berfikir,
berbincang-bincang, lalu mengusahakan segala yang bisa mendukung untuk
terwujudnya kebiasaan baru itu, dan terakhir kita menggambarkan dengan
jelas dan sempurna bahwa diri kita telah menjadi yang kita inginkan.
Jika kita telah berfikir bahwa kita telah menjadi yang baru sebagaimana
kita kehendaki, maka gambaran ini secara bertahap akan menjadi sebuah
realita. Hal ini seperti diungkapkan bahwa "al hilm bittahallum wal ilm
bitta'allum" sikap lembut dicapai dengan selalu berusaha lembut dan
ilmu itu diraih dengan belajar. (Durus nafsiyah linnajah wattafawwuq)
7. Tujuan Yang Mulia
Banyak orang yang celaka karena dia tidak memiliki sasaran dan tujuan
yang dia usahakan agar terealisasi. Atau dia punya tujuan tetapi bukan
sesuatu yang mulia dan tinggi sehingga dia tidak merasa bahagia tatkala
berusaha menggapainya. Sedangkan tujuan yang mulia, maka akan
menjadi-kan seseorang merasa bahagia ketika sedang berusaha untuk mencapainya.
8. Ringankan Derita
Orang hidup pasti mengalami musibah dan derita, namun tak selayak-nya
musibah itu disikapi sebagai akhir dari segalanya, dan jangan
beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang menda-patkan ujian hidup. Bahkan
selayaknya dia memperingan musibah dan tidak terlalu membesar-besarkannya.
9. Hal Sepele Jangan Dibuat Resah
Ada sebagian orang yang merasa resah dan kalut dengan kejadian-kejadian
biasa dan lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Di antara mereka ada yang
begitu sedih dengan pecahnya piring atau gelas, saluran air atau kabel
yang putus, baju yang robek dan lain-lain yang sebenarnya wajar-wajar
saja.
10. Kebahagiaan Ada Pada Diri Anda
Jika bahagia itu ada pada diri kita, maka mengapa harus jauh-jauh
mencarinya, karena setiap manusia punya kekuatan dan potensi bahagia, tetapi
kebanyakan mereka tidak mau melihatnya. Sebabnya adalah karena dia
tidak pernah memperhatikan diri sendiri, tetapi sibuk melihat orang lain.
Kebahagiaan terkadang ada di depan mata, tetapi kita tidak
menge-tahuinya, sehingga justru mencarinya lagi kepada yang lebih jauh dan semakin
jauh. (Khalif Muttaqin)
Tulisan ini diterjemahkan dari buku: Daliluka Ila As-Sa'adah
An-Nafsiyah, Dept. Ilmiyah Darul Wathan.
afwan bila salah, bila benerrr ya haq dari Alloh.
No comments:
Post a Comment